Jumat, 18 November 2016

negeriku masih dalam impian

Negeriku Masih Dalam Impian
mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya didunia
dan burung-burung indah piaraan mereka
berasal dari hutanku
ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perak perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku
mana ada negeri sekaya negeriku?
majikan-majikan bangsaku
memiliki buruh-buruh mancanegara
brankas-brankas ternama di mana-mana
menyimpan harta-hartaku
negeriku menumbuhkan konglomerat
dan mengikis habis kaum melarat
rata-rata pemimpin negeriku
dan handai taulannya
terkaya di dunia
mana ada negeri semakmur negeriku
penganggur-penganggur diberi perumahan
gaji dan pensiun setiap bulan
rakyat-rakyat kecil menyumbang
negara tanpa imbalan
rampok-rampok diberi rekomendasi
dengan kop sakti instansi
maling-maling diberi konsesi
tikus dan kucing
dengan asyik berkolusi
-puisi negeriku karya gus mus
Keadilan yang ku dengar dulu dari kakekku seolah tak membekas dan kini menjadi abu. Negeri yang gemah ripah loh jinawi yang sering menjadi kebanggaanku dulu, taat kala ia bercerita mengambarkan indahnya negeriku seolah mati dalam angan. Alam yang menawarkan keindahan dan memamerkan hasil buminya untuk dapat dinikmati kini hanya tersisa hayalan belaka. Seperti donggeng seorang tuyul yang ingin mendapat bulan yang menjadi candaanku dulu bersama kawan kawan sebaya. Indah alamku seolah menjadi surga yang menjanjikan kenikmatan, biru lautku yang damai ketika dipandang dan menjanjikan kenikmatan.
            Semua itu hilang taat kala aku bisa membayangkan, betapa sengsaranya mereka yang duduk dipinggir jalan karena tak dapat mengeyam pendidikan. Tak berpikir jauh aku taat kala melihat mereka yang duduk dibelantaran pinggir rel yang penuh dengan alunan musik. Lalu lalang kendaraan para pemegang kekuasaan yang hanya bisa jadi tontonan. Bukan yang kupikirkan mengenai mereka tentang pendidikan ?, tapi apakah mereka hari ini sudah makan ?. Melihat mereka ku langsung teringat dengan dongeng kakekku dulu yang mengambarkan negeri ini gemah ripah lah jinawi, tanpa harus meminta mereka bisa memakan apa yang dimiliki. Bohong ku dalam batinku berkata. Sampai kata bohong ku ulangi tiga kali . cerita kakekku semuanya Bohong !!. Apa mungkin itu dulu ??. Aku penuh tanda tanya yang memenuhi otakku sampai ku kembali masuk pintu asrama.
            Kembali kupikirkan kejadian yang kutemui tadi dengan cerita kakekku. Sambil berbaring, aku melamun mengenai negeriku yang tak seperti dongeng kakekku. Tak terasa waktu sudah mulai petang dan banyak waktuku yang terbuang karena memikirkan kondisi yang tak pernah ku bayangkan di negeri yang katanya subur dan kaya akan sumber daya alam.
            Tiba-tiba masuk seorang kawan menegurku karena melihat aku murung dan melamun kaya orang yang tak punya harapan hidup seperti mereka yang kulihat tadi. Ada apa kawan ? tanya dia seolah menenangkanku. Tak apa kawan jawabku sambil menutupi kegelisahanku tadi ?, tak usah kau sembunyikan dariku kawan aku sudah mengenalmu lama, ceritalah aku tahu kamu lagi ada masalah. Sambil ku terangkan panjang lebar tentang kejadian yang ku lihat tadi kepada kawanku itu. Ohhh soal itu to ?? sahut dia sambil belagak begok dan pura-pura tak cuek karena tak ingin tau. Iya jawabku. Tak usah kau pikirkan hal yang semacam itu, itu bukan urusanmu, itu urusan mereka yang duduk dibangku senayan dan yang lalulang mengunakan kendaraan mewah yang sering mengejek saat hujan. Lalu ketika kita tidak boleh memikirkan hal yang semacam itu, apa masih kita ingin dijadikan manusia terbaik sahutku. Dia terdiam. Lalu dia bercerita: begini kawan, sebetulnya negeri kita adalah negeri yang kaya, benar seperti apa yang dikatakan kakekmu. Tapi sayang, dari dulu negeri kita dipimpin oleh pemimpin yang tak punya hati kemanusiaan. Sehingga dijual semua kekayaan negeri kita itu.
            Mendengar cerita banyak dari kawanku itu membuatku benci pada negeriku yang kejam. Negeri yang tak punya aturan kemanusiaan!!. Negeri yang hanya mementingkan golongan sehingga lupa kepada yang bukan golongannya. Sejak itu aku mulai benci dan tidak mau mengakui bahwa ini negeriku. Negeri ini hanya negeri kaum burjuis, sedangkan aku ?. seorang anak desa yang berisikan masa lalu tentang kesuburan tanah desaku. Aku adalah aku, yang ingin berjuang membela hak-hak para kaum yang terasingkan dan sering dianggap sampah oleh mereka yang duduk pada bangku nyaman kelas ekslusif yang katanya membela hak-hak kaum tertindas. Aku ingin membela hak-hak yang menjadi korban kebohongan dan korban kebejatan mulut para pembangkang.
            Tabu memang negeriku, negeriku lucu, negeriku yang tak seperti cerita-cerita kakekku dulu. Antar umat saling mencaci, yang mengatasnamakan namakan agama, yang dianggap kaum intelektual, dianggap kaum ulama’ malah ribut melulu.
            Semakin jelas kelucuan negeriku seiring berpindahnya waktu. Semua bayanganku dulu mengenai negeri yang tentram yang penuh kedamaian itu seolah hanya cerita masa lalu. Negeriku memang lucu, tak bisa mengambil pelajaran dari sejarah-sejarah penjajahan. Bagaimana bung tomo mengemborkan takbir untuk berjuang mati-matian. Bagaimana soedirman yang berjuang walaupun sakit-sakitan. Bagaimana diponegoro yang berjuang walau melawan kerajaan untuk melawan penjajahan. Semua itu hanya sejarah yang telah dimakan waktu. Yang hanya berhenti pada diskusi mahasiswa disudut-sudut warung kopi. Itu sejarah dan itu masa lalu. Kata-kata ini sering terdengar dari mulut seorang yang dikatakan intelektual. Apakah mungkin mereka lupa dengan penderitaan dan perjuangan dulu ? sehingga semena-mena mengunakan kekuasaan ? sahutku dalam hati
By : Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin
Mahasiswa aktif jurusan PMI uin sunan kaijaga

08989343960

Minggu, 11 September 2016



Pemimpin Ideal Berdasarkan Islam
            Pemimpin adalah seseorang yang menjadi koordinator bagi yang dipimpin, yang dipimpin bisa meliputi diri sendiri, kelompok, organisasi, lembaga ataupun negara. Kodrat manusia diciptakan Alloh dimuka bumi ini adalah untuk menjadi kholifah atau pemimpin. Sudah sepatutnya sebagai hamba Alloh maka kita ketika mendasari hukum atau memilih seorang pemimpin ideal harus didasarkan pada hukum atau syarat yang telah ditentukan Alloh. Syarat menjadi seorang pemimpin yang paling utama adalah islam. Sedangkan syarat lain untuk menjadi pemimpin dapat kita lihat pada diri rosululloh yang mana harus mempunyai minimal tiga sifat yang harus dimiliki  antara lain shidiq, amanah,dan fathonah.
            Islam menjadi syarat yang paling ideal untuk menjadi seorang pemimpin. Kenapa harus islam? Islam adalah agama yang mencintai kedamaian, agama yang mempunyai kitab Al- qur’an yang dijaga oleh Alloh dari awal diturunkan hingga nanti hari kiamat. Semua kejadian yang ada dimuka bumi ini sudah diatur didalamnya mulai dari yang lampau terjadi, telah terjadi ,ataupun yang akan  terjadi. Sebagai agama yang masih suci islam mengatur segala bentuk aspek yang berupa ibadah, baik itu ibadah yang berhubungan langsung dengan Alloh ataupun yang berhubungan dengan manusia, dengan hukum-hukum dan balasan yang sudah diterangkan pula. Ketika pemimpin itu berislam, kenapa harus berislam? Bukan hanya islam ! inilah yang sering menjadi masalah dinegeri ini. Karena islam bukan hanya sebagai formalitas agama untuk mendapatkan legitimasi islam biar semua orang percaya bahwa mereka adalah umat islam artinya sama dengan yang benar-benar menjalankan syariat islam . Sedangkan berislam yang saya maksud adalah mereka yang menyerahkan dirinya kepada islam baik itu berupa tingkah laku atau amaliahnya, berbicara atau ucapan,dan yang lainnya. Yang mana itu semua harus didasarkan atas dasar islam. Selain itu islam adalah agama yang menjadi satu-satunya agama yang mencintai kedamaian, kedamaian terhadap saudara seiman dan seislam ataupun kedamaian secara bermasyarakat atau bernegara dengan berbeda agama.
            Selain islam yang menjadi aspek penting untuk menjadi seorang pemimpin ideal adalah shidiq. Shidiq dalam kamus bahas arab biasa diartikan benar. Akan tetapi dalam konteks kreteria pemimpin yang dimaksud rosululloh bukan hanya benar tapi ada makna yang lebih mendalam dari kata shidiq itu sendiri. Rosululloh sebelum menjadi seorang pemimpin atau utusan Alloh beliau sudah mendapat gelar dari masyarakat arab Al amin. Al amin sendiri artinya jujur atau dapat dipercaya, bukan hanya jujur dalam berkata, akan tetapi beliau juga dapat dipercaya dengan apa yang dikatakan. Karena rosululloh tidak banyak janji seperti yang terjadi dinegeri kita, para pemimpin negeri ini terlalu banyak yang menjadi seorang penyair atau penyanyi sehingga apa yang dikatakanya terkesan benar dan sangat sombong mereka untuk bisa merealisasikan hal tersebut. Sebagaimana seorang penyair yang sangat bisa menghipnotis kita untuk terbawa dengan kata-kata yang diucapkannya. Padahal yang diucapkannya hanyalah sebuah kepalsuan belaka atau bak dinegri dongeng untuk dapat direalisasikan kebijakan dan janji-janjinya. Karena janji itu akan lebih mendekatkan kita terhadap kamuflasi atau khayalan belaka dan lebih dekat dengan kebohongan ataupun dusta.
            Selain islam dan shidiq, amanah juga merupakan faktor penting untuk menciptakan atau membentuk pemimpin yang ideal. Pasalnya di indonesia sendiri banyak sekali para pemimpin yang tidak amanah atas apa yang dipercayakan rakyat kepadanya. Kepercayaan yang seharusnya menampung dan membela hak-hak aspirasi rakyat malah disalah gunakan untuk membela perutnya sendiri sehingga muncullah istilah korupsi berjamaah atau korupsi yang membudaya. Mendengar istilah korupsi yang membudaya ironi memang pandangan dunia terhadap negeri ini. Negeri yang dikenal dengan negerinya para santri sehingga menjadi kiblat atau acuan dunia untuk belajar islam, meneliti peradaban islam dinegeri ini seolah-olah pupus atau sirna ketika mendengar istilah korupsi berjamaah atau korupsi yang membudaya dinegeri ini. Untuk itu lebih baik lagi kita kembalikan semuanya kepada islam, nilai-nilai islam yang sangat mulia ketika kita terapkan dinegeri yang kita cintai untuk menciptakan negeri yang baldatun toyyibatun wa roobul goffur seperti yang diimpikan rakyat.
             Fatonah atau cerdas merupakan faktor yang sangat penting untuk menciptakan pemimpin yang ideal. Pasalnya seorang pemimpin dituntut profesional atau tanggung jawab dalam menjalani tugas. Kecerdasan pemimpin akan mempengaruhi perubahan bagi bangsa tersebut tentunya juga didasarkan atas dasar hukum islam. Seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab besar terhadap yang dipimpimpinnya untuk itu kerja profesional pemimpin sangatlah dibutuhan, tentunya didukung dengan kecerdasan pola pikir, kecerdasan dalam mengambil sikap dan yang lainnya. Sehingga dapat menentukan arah yang dipimpinnya. Maka dari itu tidak semua orang bisa menjadi pemimpin karena profesionalitas pemimpin sangatlah penting.



Biografi penulis : M Abdul Q.A lahir dirembag 12 mei 1997 sedang menempuh pendidikan sarjana di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekarang tinggal di jalan I Dewa Nyoman Oka nomer 28 Kota Baru Yogyakarta (Asrama Masjid Syuhada), Fb: Muhammad Abdul Qoni Akmaluddin
WA : 08989343960
Blog : akmalkecil.blogspot.com

Rabu, 07 September 2016



Gagal Masuk UIN Sunan Kalijaga Karena Tingginya UKT
Oleh :
Muhammad Abdul Qoni’ Akmalluddin
            Uang Kuliah Tunggal atau yang biasa disebut UKT adalah sebuah sistem pendidikan baru yang diterapkan pemerintah guna untuk meminimalisir tingkat angka putus sekolah. Uang Kuliah Tunggal ini diterapkan diPTN berdasarkan Permendikbud No. 55 Tahun 2013 tanggal 23 Mei 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa masyarakat dan pemerintah. Dikti mengeluarkan Surat Edaran  No. 97/E/KU/2013 tentang Uang Kuliah Tunggal yang berisi permintaan Dirjen Dikti kepada Pemimpn PTN untuk menghapus uang pangkal dan Uang Kuiah Tunggal(UKT) bagi mahasiswa baru program S1 reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
Keputusan ini dikeluarkan oleh Kemendikbud atas dasar pembukaan UUD 1945 alenia empat Pemerintah Negara Indonesia yang berbunyi “Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Dari alenia keempat inilah pemerintah ingin menyamaratakan pendidikan bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia baik itu dari kalangan menengah ke atas ataupun kalangan menengah ke bawah. Dengan diterapkannya sistem UKT inilah diharapkan pendidikan yang berkeadilan dapat diterapkan. Dengan tujuan subsidi silang yang artinya masyarakat golongan menengah ke atas ( kaya) mendapatkan UKT tinggi begitu pula sebaliknya bagi masyarakat golongan menengah kebawah dapat tertolong dengan adanya sistem subsidi silang atau sistem UKT.
             Namun realitanya tidak semua sesuai dengan harapan. Fakta berkata bahwa selama subsidi silang yang diterapkan pemerintah atau birokrasi kampus ini malah dijadikan sebagai alat oleh penguasa untuk mendapatkan keuntungan sebanyak banyaknya. Penggolongan UKT yang berdasarkan data yang diinput secara online ketika registrasi seperti bukti pembayaran PBB, slip gaji orang tua, biaya listrik bulan terakhir, biaya PDAM perbulan, jumlah tanggungan orang tua dan masih banyak lagi. Sebelumnya mahasiswa tidak tahu pengaruh dari data tersebut mengakibatkan pengaruh pada pengolongan UKT yang nantinya berimbas pada tingginya biaya semester. Pihak kampus yang sebelumnya tidak memberikan arahan bahwa data tersebut mempengaruhi UKTnya kadang kala mahasiswa baru hanya mengisi data sebagai formalitas dan pihak kampusnya sendiri menetapkan biaya UKT hanya berdasarkan data online tanpa melakukan survei sebelumnya terhadap keluarga tersebut.
             Tingginya biaya UKT yang harus dibayarkan mahasiswa berdasarkan data yang diinput tersebut yang mengakibatkan tidak sesuainya biaya UKT yang dibayarkan dengan pendapatan oarang tua dan dianggap sangat toleran. Pihak kampus memaksa mahasiswa harus membayarnya dan apabila mahasiswa keberatan dengan biaya UKT tersebut berartti boleh mengundurkan diri. Hal inilah yang dinamakan komersialisasi pendidikan. Dimana kampus memaksa kepada mahasiswa baru untuk membayar UKT yang tidak sesuai. Inilah keadaan Indonesia sekarang, semua yang diharapkan sudah melenceng atau menyalahi daripada cita cita negara yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945 alenia 4 yang berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
            Komersialisasi pendidikan yang sekarang menjadi buah bibir dimasyarakat, urusan politik yang mencampuri pendidikan mengakibatkan semakin jelasnya sistem pendidikan indonesia yang bobrok. Pemerintah yang memberikan kebebasan kepada pihak kampus untuk menentukan berapa banyak biaya pendidikan yang harus dibayarkan mahasiswa baru mengakibatkan banyak indikasi untuk tingkat kecurangan. Pihak kampus juga diberi kebabasan untuk memberikan UKT kepada mahasiswa yang keterima lewat jalur mandiri, sehingga mahasiswa dikenakan UKT minimal golongan dua. Padahal pihak kampus membuka penerimaan mahasiswa baru paling banyak lewat jalur mandiri. Artinya kampus memanfaatkan kesempatan ini dengan mengambil keuntungan yang sebanyak banyaknya dari jumlah UKT yang tidak sesuai dengan pendapatan orang tua lagi.
            Arta Wijaya selaku presiden mahasiswa UIN Sunan Kalijaga menegaskan ada salah satu mahasiswa baru yang sudah diterima disalah satu jurusan di UIN Sunan Kalijaga tapi tidak diambil artinya dia gagal masuk UIN Sunan Kalijaga dikarenakan tingginya biaya UKT yang harus dibayarkan per semesternya yang tidak dapat ditoleran lagi. Arta Wijaya mendapatkan pesan pula dari salah satu mahasiswa baru yang gagal masuk UIN dikarenakan tingginya biaya UKT yang ditetapkan. Dia mengemukakan bahwa setuju mengenai aksi penolakan mahasiswa yang menolak sistem UKT yang tidak transparan ditetapkan diUIN Sunan Kalijaga.
            Berdasarkan keterangan dari salah satu mahasiswa baru fakultas syariah dan hukum UIN Sunan Kaijaga sistem UKT yang ditetapkan oleh pihak kampus sangatlah tidak adil. Pasalnya UKT yang ditetapkan kepada calon mahasiswa baru yang keterima lewat jalur SNMPTN berbeda dengan yang diterima lewat jalur SBMPTN dari jumlah angka yang harus dibayarkan meskipun dengan UKT yang sama. Berdasarkan keterangan tersebut jumlah angka yang harus dibayarkan mahasiswa per semesternya lewat jalur SNMPTN pada golongan UKT dua lebih mahal daripada SBMPTN yang sama juga mendapat UKT golongan dua. Berdasarkan data yang ada bahwa UKT yang ditetapkan UIN Suka untuk golongan dua pada jurusan Ilmu Hukum fakultas syariah dan hukum adalah 2.005.000 sedangkan pada jalur SBMPTN biaya UKT yang dibebankan kepada mahasiswa baru yang dalam hal ini sama golongan dua hanya 1.415.000.  Artinya dari pihak kampus sendiri belum bisa kompeten dalam menetapkan keputusan.
            Akibat dari sistem yang belum bisa maksimal, sehingga mengakibatkan terjadinya rasa iri dalam diri mahasiswa itu sendiri. Mereka yang merasa dibedakan dalam segi angka yang harus dibayarkan persemester dengan fasilitas yang sama dengan golongan UKT yang sama pula. Ketidak transparan sistem itulah yang mengakibatkan terjadinya kesalahan atau ketidak sesuaian mahasiswa terhadap jumlah uang yang harus dibayarkan per semesternya.
            UKT yang seharusnya bisa menjadi alat pemerintah untuk mensejahterakan masyarakatya melaui pendidikan yang berkeadilan masih belum bisa maksimal. Kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap regional kampus yang sering kali dimanfaatkan kampus untuk meraih untung sebanyak banyaknya. Ketidak thuan mahasiswa baru tentang bagaimana cara pengolongan UKT yang sering kali menjadi persoalan tentang tingginya biaya UKT yang harus dibayarkan yang tidak sesuai dengan pendapatan orang tua mereka.
Pendidikan Sebagai Alat Perubahan
Pendidikan menurut ( UU SISDIKNAS NO.20  tahun 2003) adalah unsur sadar atau terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kemampuan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (wikipedia). Pengertian diatas menerangkan bahwa pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan diri atau mengali potensi diri yang masih belum terlihat. Adapun saranauntuk mengembangkan diri atau  menggali potensi diri ada banyak diantaranya adalah pendidikan formal baik yang berbasis pendidikan konvensional maupun pendidikan modern, balai latihan kerja atau BLK, sanggar, pondok pesantren dan yang lainnya masih banyak lagi untuk mengembangkan potensi diri. Artinya pendidikan itu tidak dituntut harus berada dalam rumpun pendidikan formal dari TK, SD , SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Pasalnya banyak sekali media atau sarana untuk mengembangkan diri.
Salah satu faktor yang mendasari penulis untuk membahas atau mengangkat tema ini antara lain masih banyak orang beranggapan atau berpersepsi bahwa pendidikan hanyalah pendidikan yang berada disekolah atau dikampus. Sehingga munculah  banyak sekolahan, dan kampus kampus baru yang didirikan. Mereka berlomba lomba untuk mendirikan gedung yang menunjang pendidikan, sehingga pendidikan keluar dari difinisi asli yang dikeluarkan kementerian sebagai sarana pengembangan diri malah menjadi sarana pemuasan diri atau bisnis. Dari penyalah gunaan kepntingan pendidikan tersebut akhirnya semua orang ingin berlomba lomba untuk menempuh pendidikan formal tanpa melihat bakat, kemampuan yang bisa dikembangkan. Kebanyakan dari mereka mengenyam pendidikan formal hanya sebagai tuntutan zaman karena semua bentuk pekerjaan melihat dari seberapa tinggi merekamal  dalam menempuh pendidikan formalnya bukan karena profesionalitas atau kemampuan yang mereka miliki. Akhirnya munculah banyak pengganguran yang terdidik katanya.
Pendidikan dikembalikan kepada difinisi asli pendidikan akan menjadi sarana perubaan yang baik bagi negeri ini. Masyarakat tidak dituntut untuk mengenyam pendidikan formal setinggi tingginya sehingga tidak muncul lagi istilah belajar dipendidikan formal karena terpaksa dan yang lainnya. Seharusnya negara memberikan sarana pendidikan secara adil artinya apa negara tidak menuntut semua harus mengenyam pendidikan formal akan tetapi memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga profesionalitas dalam berkarya dapat dipertanggung jawabkan.
Munculnya masalah sosial pada saat ini kebanyakan dari masyarakat ataupun birokrasi menyalahkan kepada pemuda. Pemuda yang diharpakan bisa menjadi penerus bangsa malah merusak bangsa. Padahal ini semua terjadi karena pembatasan negara kepada pemuda untuk mengembangkan bakat yang mereka miliki. Pemuda yang dituntut dengan pendidikan formal yang setinggi tingginya mengakibatkan setres dan akhirnya mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum, baik itu hukum maupun hukum norma. Pemerintah yang harusnya memberikan atau memenuhi sarana pendidikan bagi mereka yang sesuai dengan bakat mereka sehingga mereka dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Mangembalikan fungsi pendidikan pada aslinya merupakan faktor penting untuk memajukan negara dan menciptkan generasi yang gemilang dimasa depan. Sehingga bisa terkuranginya angka penganguran dan kriminalitas. Sehingga tidak muncul istilah keterpaksaan dalam pendidikan. Genarasi emas negeri dapat ditentukan seberapa banyak pemuda yang bisa tersalurkan bakat dan minatnya dalam sarana pengembangan potensi diri yang biasa disebut pendidikan. Supaya masyarakat tidak salah anggapan mengenai pendidikan dan anak yang kurang maksimal dalam menerima pelajaran supaya tidak takut dengan pendiidikan. Pendidikan memang tempatnya orang pandai, pandai bukan hanya bermakna sempit yang kebanyakan menilai pada tingginya nilai yang diperoleh dalam semester ataupun seorang yang juara kelas akan tetapi pandai atau cerdas dalam bidang yang dikuasainya sehingga bisa memaksimalkannya.

Sabtu, 23 Juli 2016

pandangan ilmu menurut Al Attas dan Goshlani

attas membagi kewajiban mencari ilmu menjadi dua: fardlhu ain ( ilmu harus dikuasai oleh setiap individu )dan fardlhu kifayah ( ilmu yang diwajibkan sebagian orang). ilmu fardlhu ain adalah ilmu tentang amal ibadah yang merupakan jalan menuju hidayah bagi tiap pribadi untuk mencapai ilmu pengenalan tentang al haq yang merupakan kebenaran utuh. sedangkan ilmu kifayah adalah ilmu yan terkait sarana untuk menjalani hidup duniawi ditengah masyarakat.

golshani tidak meperdulikan kewajiban mencari ilmu seperti ulma' lain yang menurutnya membeda bedakan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain dalm artian membedakan ilmu dunia dan ilmu akhirat .
golshani mengaakan bahwa semua imu merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Alloh dengan membaca ayat ayatNya. jika ilmu syareat masuk ayat ayat Al qur'an, ilmu alam masuk melalui yat ayat alam. keduanya sama sam ayat ayat Alloh yang harus dijadikan jalan oleh manusia yang memahami dan mendekati Alloh. Keduanya hanya beda jalan dengan tujuan yang sama.cl Qur'an Al takwini artinya Al qur'an yang diciptakan. sedangkan Al Qur'an sendiri adalah Al Qur'an Al tadwini artinya Al qur'an yang dibukukan.


dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa mencari ilmu adalah wajib hukumnya yang dapat dikelompokan menjadi wajib ain dan kifayah . artinya bukan kita membedakan mana yang wajib ain dan kifayah akan tetapi wajib ain itu terdapat didalam wajib kifayah , keduanya sangat berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.

bahwa kita dapat menemukan hidayah tidak hanya pada ilmu syariat akan tetapi juga ilmu alam. kalau kita dalam mencari ilmu alam ( memahami ilmu alam) tidak untuk kepentingan mncari hidayah Alloh maka dapat dikatakan kita tidak memenuhi wajib ain kita . dan begitu pula sebaliknya , apabila kita mencari ilmu akhirat ( memahami ilmu syareat ) kita tidak berusaha mencari hidayah Alloh maka kita juga belum memenuhi wajib ain kita dalam mencari ilmu walaupun itu mendalami agama sekalipun .

karena baik ilmu alam atau agama semuanya adalah ilmu Alloh maka semuanya adalah tand tanda Alloh untuk menampakan kekuasaanNya

Kamis, 30 Juni 2016

Peran “Ulama” Djawa Barat dalam Operasi “Pagar Betis”

Penumpasan DI/TII termuat dalam Rencana Pokok (RP) dan Rencana Operasi (RO), sebagai berikut : pada tahun 1958 merupakan tahun kebangkitan pemikiran Kodam III/Siliwangi ke arah pemulihan keamanan di Jawa Barat yang lebih efektif dan efisien. Kemudian lahirnya konsep Perang Wilayah (sudah disahkan dengan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 merupakan manifestasi dari Undang-undang Dasar 45, pasal 30 ayat 1, yang menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara. Sementara itu penelitian anti gerilya berjalan terus, dan diantaranya keluarlah Rencana Pokok 211 (RP 211) yang berbunyi “Membatasi gerak dari lawan”.
Menyesuaikan dengan mobilitas DI/TII, maka keluarlah pada waktu itu Rencana Operasi 212 pada 1 Desember 1959. Kemudian bulan Pebruari 1961 dikeluarkan Rencana Operasi 2121 (RO 2121) yang merupakan percepatan dari RO 212, isinya berupa kebijaksanaan bahwa pemulihan keamanan untuk wilayah Jawa Barat akan diselesaikan dalam jangka waktu itu, hanya sampai tahun 1965. Tetapi dalam RO 2121 jangka waktu itu hanya sampai dengan tahun 1962.
Peran Ulama Djawa Barat Pendukung Pagar Betis
Pada tahun 1956, para ulama di Priangan Timur, yang jadi basis utama gerakan DI/TII, mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan kalangan militer.  Atas prakarsa kalangan militer, maka terbentuklah Badan Musyawarah Alim Ulama(BMAU) pada 18 Maret 1957 di Tasikmalaya. Prakarsa tersebut merupakan bagian dari kebijakan Komandan Resimen 11 Galuh Letkol Syafei Tjakradipura dan Kepala Stafnya Mayor Poniman. Resimen Galuh ini memiliki wilayah kerja Tasikmalaya dan Ciamis (Priangan Timur).
BMAU ini didirikan setelah para ulama, wakil militer dan pemerintah mengadakan pertemuan di Gedung Mitra Batik Tasikmalaya (kini, Toserba Yogya). Ulama yang hadir dalam pertemuan itu adalah KH. Ruhiyat Rois Syuriah Nahdlatul Ulama Cabang Tasikmalaya (Pesantren Cipasung), KH Ishak Farid (Pesantren Cintawana), KH Fathoni (Ciamis), KH Holil Dahu (Ciamis), pengasuh Pondok Pesantren Jamanis, KH O. Hulaimi Ketua Tanfidziayah Nahdlatul Ulama Tasikmalaya (Cikalang Tasikmalaya), KH R. Didi Abdulmadjid, KH. Burhan Sukaratu dan KH.Didi Dzulfadli Kalangsari (Tasikmalaya). Hadir juga Mayor R. Mustari dari Rohis (Perawatan Rohani Islam) Resimen Galuh. Selain itu ada juga Bupati Tasikmalaya dan Bupati Ciamis serta wakil-wakil dari kepolisian dan beberapa partai politik. Pertemuan itu mengambil sejumlah kesepakatan, dan yang ditunjuk memimpin BMAU itu adalah KH. R. Didi Abdulmadjid sebagai Ketua dan KH. Irfan Hilmy sebagai Penulis. Akan tetapi tidak diketemukan suatu dokumentasi dan keterangan bagaimana struktur dan personil selengkapnya dari BMAU ini.
Salah satu tujuan BMAU ini adalah untuk memulihkan stabilitas keamanan di Priangan Timur. BMAU ini juga berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan pengajian, pendidikan, dan dakwah. Dengan demikian, cikal-bakal Majelis Ulama bisa dinyatakan adalah BM-AU ini. Melalui BMAU ini para ulama mewujudkan upaya menjaga keutuhan RI dengan jalur ishlah bainan naas (perdamaian antara sesama manusia).
Pertemuan alim ulama dan Pemerintah, sipil dan militer kemudian berlanjut diadakan pula didaerah lain, seperti Konferensi Alim Ulama Militer se-Kresidenan Banten, pertemuan Ulama Umaro Sumedang pada Juni 1958, Garut dan Bandung pada Juli 1958.
Pada 12 Juli 1958, Staf Penguasa Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat mengeluarkan Pedoman Majelis Ulama, dinyatakan Majelis Ulama berasas Islam dan mempunyai tujuan melaksanakan kerjasama dengan alat negara Republik Indonesia dalam bidang tugasnya yang sesuai dengan ajaran Agama Islam. Dan pada 11 Agustus 1958 mengeluarkan Instruksi No.32/8/PPD/1958 kepada Semua Pelaksana Kuasa Perang Di Daerah Swatantra I Jawa Barat untuk membentuk Majelis Ulama didaerahnya masing-masing berdasarkan pada dan sesuai dengan Pedoman terlampir, dan Pelaksana Kuasa Perang yang sudah terlebih dulu membentuk Majelis tersebut supaya menyesuaikannya dengan Pedoman ini.
Sebagai peningkatan dan lebih mengokohkan posisi Majelis Ulama, diselenggarakanlahKonferensi Alim Ulama-Umaro pada 7 9 Oktober 1958 bertepatan dengan 2 – 4 Rabi’ul Tsani 1377 H, di Lembang Bandung, dengan sebuah Panitia Penyelenggara yang dipimpin Let.Kol. Omon Abdurachman sebagai Ketua Umum, seorang Perwira TT III / Siliwangi. Konferensi ini diselenggarakan pasti sudah, untuk mengokohkan kebersamaan dalam menegakkan NKRI. Juru bicara Resimen 11 Galuh dalam Pemandangan umumnya antara lain mengemukakan “Setelah BMAU didirikan atas kebijaksanaan Komandan RI 11 disertai C.PR.A.D-nya dan mendapat sambutan dan dukungan yang hangat daripada ulama make segala kecurigaan, tekanan, fitnahan terhadap alim ulama lenyap dan timbul kerjasama yang erat dan saling harga menghargai disegala lapangan”. Disampaikan pula bahwa: “Rapat Alim Ulama Resimen Infantri 11 tanggal 3 Oktober 1958 di Staff Resimen Infantri 11 menyetujui BMAU diganti manjadi MU”. Dan yang juga menjadi bahan pertimbangan adalah keputusan Konferensi Alim Ulama Militer se-Karesidenan Banten: “mengenai penempatan APRI dan alat negara bersenjata lainnya, harus dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan Agama didaerah mereka bertugas”, dan “mengenai para tahanan, terutama alim ulama, yaitu supaya mendapat pelayanan dan perawatan yang layak dan segera dilakukan pemeriksaan dengan care yang jujur dan adil”.
Para tokoh ulama itu pulalah yang kemudian terlibat dalam Konferensi Alim Ulama-Umaro Daerah Swatantra I Jawa Barat di Lembang, Bandung pada 7-9 Oktober 1958. Konferensi tersebut menghasilkan keputusan yang berkaitan dengan tiga persoalan pokok yang dihadapi seat itu yakni (a) usaha menyempurnakan pemulihan keamanan dan pemeliharaannya, (b) usaha menyempurnakan pembangunan dan (c) usaha penyempurnaan pendidikan dan kebudayaan.
Dalam Konferensi Lembang ini hadir memberikan Kata Sambutannya: Menteri Agama,KH. Moh. Ryas, Menteri Negara Urusan Kerjasama Sipil dan Militer, KH.WahibWahab, K.S.A.D. Jenderal A.H. Nasution, Ketua Pengurus Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat /Panglima Teritorium III / Siliwangi Kol.RA. Kosasih.
Diantara Keputusan Konferensi ini adalah penegasan “Menyetujui dan Mempertahankan kebijakan Ketua Penguasa Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat dalam membentuk Seksi Rohani dan Pendidikan beserta bagian-bagiannya (Lembaga Kesejahteraan Ummat dan “Majelis Ulama”), sebagai badan Kerja Sama Ulama-Militer-Umaro “.
Maka karenanya, personalia dengan struktur yang ditetapkan oleh Staf Penguasa Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat No. 53/8/PPD/58 tanggal 22 Agustus 1958 bersama dengan Pedoman Majelis Ulama tanggal 12 Juli 1958, yang telah diuraikan dimuka, mendapat legitimasi yang sangat kuat, untuk menghadapi situasi Jawa Barat pada kala itu.
Dengan modal ini, yang selanjutnya ditempuh jalan gerakan “Pagar Betis” menghadapi DI/TII, telah tercapai pemulihan keamanan di Jawa Barat.
Jendral A.H. Nasution adalah penggerak utama “Rencana Dasar 2,1”, yaitu gagasan yang mendasari : Musuh harus ditahan didaerah-daerah tertentu, dan aksi-aksi Republik harus dipusatkan pada salah satu daerah ini sekaligus, dengan demikian pangkalan musuh ditumpas satu demi satu. Itulah sebabnya, Divisi Siliwangi dengan dibantu Divisi Diponegoro dan Brawijaya, -yang tentu tidak merupakan kekuatan yang cukup-, pada tahun 1960 seluruh penduduk sipil Jawa Barat diturutsertakan dalam apresiasi, dan dibentuklah secara besar-besaran “Pagar Betis”.
Dalam gerakan “Pagar Betis” yang kadang-kadang berlangsung berhari-hari ini, penduduk sipil membentuk garis maju berangsur-angsur, dengan satuan-satuan kecil tiga sampai empat prajurit pada jarak-jarak tertentu, tidak terlalu jauh satu sama lain. Dalam teori, pagar betis ini disokong satuan-satuan militer dibaris depan maupun dibaris belakang. Prajurit dibarisan belakang merupakan semacam cadangan yang dapat digunakan pada tempat-tempat yang sukar dimasuki digunakan taktik tidak dimasuki, tetapi dikepung.
Dalam praktek, Tentara Republik kadang-kadang menggunakan “Pagar Betis” menjadi“Perisai Manusia”. Teknik lain yang digunakan, untuk memaksa pasukan DI/TII menyerah adalah dengan menduduki sawah yang diduga dimiliki atau dikerjakan oleh kaum kerabat mereka, agar panen tidak digunakan untuk memberi makan pasukan  DI/TII. Dari proses inilah lahir adagium ” Siliwangi adalah Jawa Barat dan Jawa Barat adalah Siliwangi”.
Maka model atau pola hubungan antara Ulama-Umaro yang dikembangkan di Jawa Barat ini kemudian menjadi salah satu prototipe model hubungan ulama dan umaro pada tingkat nasional.
Maka pada tingkat nasional, pada 17 Rajab 1395 bertepatan dengan 26 Juli 1975, atas prakarsa kebijakan Pemerintah dan terapan Menteri Agama RI (Prof.Dr. H.A. Mukti Ali), Prof. Dr. HAMKA dan tokoh Bangsa lainya, dibentuklah Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Musyawarah Nasional I di Jakarta, tanggal 21 – 27 Juli 1958 bertepatan dengan 11 – 17 Rajab 1395.
Majelis Ulama Jawa Barat yang sudah terbentuk jauh sebelumnya sudah barang tentu turut memberikan saran dan pandangan pada pertemuan pembentukan MUI itu.