Jumat, 18 November 2016

negeriku masih dalam impian

Negeriku Masih Dalam Impian
mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya didunia
dan burung-burung indah piaraan mereka
berasal dari hutanku
ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perak perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku
mana ada negeri sekaya negeriku?
majikan-majikan bangsaku
memiliki buruh-buruh mancanegara
brankas-brankas ternama di mana-mana
menyimpan harta-hartaku
negeriku menumbuhkan konglomerat
dan mengikis habis kaum melarat
rata-rata pemimpin negeriku
dan handai taulannya
terkaya di dunia
mana ada negeri semakmur negeriku
penganggur-penganggur diberi perumahan
gaji dan pensiun setiap bulan
rakyat-rakyat kecil menyumbang
negara tanpa imbalan
rampok-rampok diberi rekomendasi
dengan kop sakti instansi
maling-maling diberi konsesi
tikus dan kucing
dengan asyik berkolusi
-puisi negeriku karya gus mus
Keadilan yang ku dengar dulu dari kakekku seolah tak membekas dan kini menjadi abu. Negeri yang gemah ripah loh jinawi yang sering menjadi kebanggaanku dulu, taat kala ia bercerita mengambarkan indahnya negeriku seolah mati dalam angan. Alam yang menawarkan keindahan dan memamerkan hasil buminya untuk dapat dinikmati kini hanya tersisa hayalan belaka. Seperti donggeng seorang tuyul yang ingin mendapat bulan yang menjadi candaanku dulu bersama kawan kawan sebaya. Indah alamku seolah menjadi surga yang menjanjikan kenikmatan, biru lautku yang damai ketika dipandang dan menjanjikan kenikmatan.
            Semua itu hilang taat kala aku bisa membayangkan, betapa sengsaranya mereka yang duduk dipinggir jalan karena tak dapat mengeyam pendidikan. Tak berpikir jauh aku taat kala melihat mereka yang duduk dibelantaran pinggir rel yang penuh dengan alunan musik. Lalu lalang kendaraan para pemegang kekuasaan yang hanya bisa jadi tontonan. Bukan yang kupikirkan mengenai mereka tentang pendidikan ?, tapi apakah mereka hari ini sudah makan ?. Melihat mereka ku langsung teringat dengan dongeng kakekku dulu yang mengambarkan negeri ini gemah ripah lah jinawi, tanpa harus meminta mereka bisa memakan apa yang dimiliki. Bohong ku dalam batinku berkata. Sampai kata bohong ku ulangi tiga kali . cerita kakekku semuanya Bohong !!. Apa mungkin itu dulu ??. Aku penuh tanda tanya yang memenuhi otakku sampai ku kembali masuk pintu asrama.
            Kembali kupikirkan kejadian yang kutemui tadi dengan cerita kakekku. Sambil berbaring, aku melamun mengenai negeriku yang tak seperti dongeng kakekku. Tak terasa waktu sudah mulai petang dan banyak waktuku yang terbuang karena memikirkan kondisi yang tak pernah ku bayangkan di negeri yang katanya subur dan kaya akan sumber daya alam.
            Tiba-tiba masuk seorang kawan menegurku karena melihat aku murung dan melamun kaya orang yang tak punya harapan hidup seperti mereka yang kulihat tadi. Ada apa kawan ? tanya dia seolah menenangkanku. Tak apa kawan jawabku sambil menutupi kegelisahanku tadi ?, tak usah kau sembunyikan dariku kawan aku sudah mengenalmu lama, ceritalah aku tahu kamu lagi ada masalah. Sambil ku terangkan panjang lebar tentang kejadian yang ku lihat tadi kepada kawanku itu. Ohhh soal itu to ?? sahut dia sambil belagak begok dan pura-pura tak cuek karena tak ingin tau. Iya jawabku. Tak usah kau pikirkan hal yang semacam itu, itu bukan urusanmu, itu urusan mereka yang duduk dibangku senayan dan yang lalulang mengunakan kendaraan mewah yang sering mengejek saat hujan. Lalu ketika kita tidak boleh memikirkan hal yang semacam itu, apa masih kita ingin dijadikan manusia terbaik sahutku. Dia terdiam. Lalu dia bercerita: begini kawan, sebetulnya negeri kita adalah negeri yang kaya, benar seperti apa yang dikatakan kakekmu. Tapi sayang, dari dulu negeri kita dipimpin oleh pemimpin yang tak punya hati kemanusiaan. Sehingga dijual semua kekayaan negeri kita itu.
            Mendengar cerita banyak dari kawanku itu membuatku benci pada negeriku yang kejam. Negeri yang tak punya aturan kemanusiaan!!. Negeri yang hanya mementingkan golongan sehingga lupa kepada yang bukan golongannya. Sejak itu aku mulai benci dan tidak mau mengakui bahwa ini negeriku. Negeri ini hanya negeri kaum burjuis, sedangkan aku ?. seorang anak desa yang berisikan masa lalu tentang kesuburan tanah desaku. Aku adalah aku, yang ingin berjuang membela hak-hak para kaum yang terasingkan dan sering dianggap sampah oleh mereka yang duduk pada bangku nyaman kelas ekslusif yang katanya membela hak-hak kaum tertindas. Aku ingin membela hak-hak yang menjadi korban kebohongan dan korban kebejatan mulut para pembangkang.
            Tabu memang negeriku, negeriku lucu, negeriku yang tak seperti cerita-cerita kakekku dulu. Antar umat saling mencaci, yang mengatasnamakan namakan agama, yang dianggap kaum intelektual, dianggap kaum ulama’ malah ribut melulu.
            Semakin jelas kelucuan negeriku seiring berpindahnya waktu. Semua bayanganku dulu mengenai negeri yang tentram yang penuh kedamaian itu seolah hanya cerita masa lalu. Negeriku memang lucu, tak bisa mengambil pelajaran dari sejarah-sejarah penjajahan. Bagaimana bung tomo mengemborkan takbir untuk berjuang mati-matian. Bagaimana soedirman yang berjuang walaupun sakit-sakitan. Bagaimana diponegoro yang berjuang walau melawan kerajaan untuk melawan penjajahan. Semua itu hanya sejarah yang telah dimakan waktu. Yang hanya berhenti pada diskusi mahasiswa disudut-sudut warung kopi. Itu sejarah dan itu masa lalu. Kata-kata ini sering terdengar dari mulut seorang yang dikatakan intelektual. Apakah mungkin mereka lupa dengan penderitaan dan perjuangan dulu ? sehingga semena-mena mengunakan kekuasaan ? sahutku dalam hati
By : Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin
Mahasiswa aktif jurusan PMI uin sunan kaijaga

08989343960