Kamis, 12 Januari 2017

lika liku kisah cinta

Ku Biarkanmu Berkelana Dulu
            Waktu menunjukkan pukul 04.35. mata masih melek belum bisa terpejam. Akibat dari kopi “NgOlet” pemberian kawan dari negeri antah barantah. Dan akhirnya ku tulis sebuah surat untukmu kekasih, yang hanya dalam bayang semu. Inisiatifku menulis lembaran ini hanya untuk meluapkan diksi-diksi kata yang ku bayangkan bersama malam yang telah berganti menjadi fajar. Dan setelah ku bosan menyelami kata yang dirangkai Sri Margana dalam bukunya yang berjudul “ Perebutan Hegemoni Blambangan”. Di ruang kamar asrama yang sunyi melihat kawan-kawan berbaring seperti teri yang di jemur di seberang jalan menuju kampung halamanku.
            Mesin waktu sudah berganti dari malam menjadi fajar. Fajarpun hilang bersama terik matahari yang muncul dari jendela kamar. Tiba-tiba aku teringat namamu kasih yang sudah lama menghilang. Aku tak tahu kembalinya namamu di ingatkanku karena apa. Padahal, sudah lama hilang bersama kesibukan yang ku jalankan. Aku teringat jelas celotehmu ketika mengingatkanku jangan begadang, tapi itu dulu sayang.
            Walaupun aku tak mampu membayangkan dirimu sekarang seperti apa. Keyakinanku masih sama, bahwa kau juga masih cinta dan sayang. Hal itu yang ku rasakan sekarang, sehingga menimbulkan sebuah keyakinan.
            Ku tahu sekarang sudah ada pujaan hatimu yang baru. Yang tak mampu ku sebutkan namanya karena aku takut cemburu. Tapi diksi ini tetap ku rangkai. Sebagai pelampiasan rinduku padamu yang amat dalam.
            Keyakinanku mengenai kamu masih cinta dan ingin kembali bersamaku. Bukan hanya ku rasakan pada dentakan hatiku. Aku juga menafsirkan dari perilakumu yang kadang masih mencari dan menghubungiku. Entah kamu sering mengela bagaimana suasana hatimu. Tapi itu tak mematikan optimismeku.
            Bodoh memang “Aku”. Begitu ku marasakannya. Apakah perasaanku mungkin sudah mati karena telah lama ku bungkam. Sehingga aku tak mampu untuk membuka lembaran baru. Spekulasi sepertimu, mencintai orang lain dan mencoba memaksakan cinta juga sudah ku lakukan. Tapi nasibku mungkin tak seperti dirimu yang mudah mendapatkan. Mungkin karena doktrin keyakinanku suatu saat bisa bersamamu, kuat menancap dalam lubuk hati yang dalam. Sehingga aku lupa pada kehidupan cinta. Dan mati dalam rasa.
            Diksi-diksi ini ku rangkai untuk ku berikan padamu. Sayang kamu adalah kekasih yang telah lama menghilang. aku merangkai diksi ini bukan karena ku ingin kamu kembali kepadaku, sekarang!!. Tapi, untuk mengingatkanku bahwa aku pernah mencintai gadis sepertimu. Sebelum ajal menjemputku sayang.
            Bukan pula berarti aku tak meninginkanmu kembali padaku. Tapi, kau tahu bukan itu maksudku sayang. Kenyakinanku ketika kamu kembali kepadaku sekarang hanya akan mengulang kisah atau nasib yang dulu. Karena hanya bahagia semu yang ditawarkan dan akan menghilang pula bersama dengan kesemuan . Itu alasanku sayang, karena sekarang aku belum siap untuk mendampingimu.
            Semua ku lakukan karena aku sangat mengharapkanmu kembali padaku. Aku sangat rindu kamu dan berharap kamu kembali padaku tapi bukan hanya untuk sementara waktu. Ku hanya bisa yakin, bahwa kita mampu.
            Alasanku seperti itu, ku putuskan setelah ku menikmati perdebatan cantik antara setan dan malaikat. Yang sering orang mendiskripsikan mereka sebagai tokoh baik dan buruk. Tapi, menurutku itu yang membodohkan tanpa mengetahui penyebabnya dulu. Hmmmmm, eh tapi gak papa barangkali aku menemukan keunikan itu.
Setan berkata kepadaku dengan bisikan yang sangat lembut. “Mas, ayo ditembak lagi aja, lha wong dia juga masih cinta sama kamu”.
Tapi malaikat dengan bijak mengingatkanku supaya ku ngak terjerumus pada lubang yang sama seperti dulu. Malaikat mengatakan “ jangan mas, jangan !! dengan (nada agak sedikit dikeraskan). Inget dulu ketika kamu memutuskan dia, katanya kamu ingin mendekatkan diri pada Robbmu”.
Perdebatan setan dan malaikat menemaniku sampai fajar menghilang. dengan perdebtan yang sangat panjang. Yang tak mampu aku menuliskan semuanya takut terlalu panjang. Dari perdebatan itu, akhirnya ku menemukan keputusan seperti itu walau terdengar agak konyol seperti sifatku yang sudah kamu mengerti dulu.
 Mentari sudah nonggol dan memperlihatkan kewibawaannya. Tapi, aku masih sibuk merangkai kata tuk ku berikan padamu. Hingga akhirnya surat terselesaikan dan sebuah bait puisi telah ku lukiskan.

Merah Delima
Merahmu delimaku
Kini hilang di makan senja
ku ingin menyusun bersamamu
tapi, delima sudah di makan serigala
aku kini hanya mampu pasrah dan berserah
terhadap kuasa Tuhan yang masih mempunyai jalan
tapi aku malu karenaku bukan seorang pejuang tapi seorang bajingan.
            Bait-bait ini ku rangkai dengan penuh pengharapan. Dengan diksi yang mudah supaya semua orang mudah menafsirkan. Sehingga, mereka tahu cintaku padamu amatlah dalam.
            Sekarang usiamu sudah beranjak dewasa. Dan usiaku sudah mendekati tua. Semoga kamu tahu dan mengerti makna kata cinta yang sebenarnya. Semoga kamu tahu pula alasanku kenapa kau ku lepaskan dulu. Dan sekarang ku biarkan kau menari bersama pujaan hatimu yang baru. Itu karena ku ingin membebaskanmu. Ku ingin kamu mengali sendiri tentang makna cinta yang sebenarnya. Sehingga, kamu benar-benar merasakan cinta kepadaku. Dan aku juga tak mau membuat noda dan cerita konyol bersamamu, dengan perbuatan yang melampui nafsu.
            Ujian Nasional(UN) sebentar lagi kamu hadapi. Itu artinya kamu sudah sedikit melewati masa labilmu. Menentukan bangku perkuliahan sebagai penghabisan masa studi di bidang favoitmu. Bukan karena ego pula semoga kamu menentukan itu.
            Hentikan main hape dan nonton tv, belajar, belajar, dan belajar. Mungkin ini yang bisa ku suarakan yang mungkin membuat panas di telinggamu. Dan membuatmu bosen karena diperlakukan seperti anak kecil.
            Alasan sederhana sebetulnya yang ku miliki untuk semua itu. Agar kamu tak ter hegemoni dengan dunia modern sehingga lupa pada esensi kehidupan mungkin itu kata yang pinjam dari gramchi seorang filosuf. Atau juga aku tak mau, kamu secara pelan-pelan mendewakan hape. Dan mengantungkan hidupmu pada hape. Sehingga, suatu saat kamu tak yakin pada tuhanmu. Itu juga alasan kenapa aku melepasmu supaya kamu tak mengantungkan hidupmu padaku. Sehingga mengangapku raja. Dan demikian aku tak mau mengantungkan hidupku padamu sehingga menggap kamu adalah ratu. Sebagaiman pernyataan nietchee yang tak percaya pada tuhan dan mengatakan tuhan telah mati.
            Aku tak mau melanjutkan tradisi hegemoni itu kepadamu. Jadi tak ada kata yang pantas terucap dari mulutku selain kata maaf. Dan berdo’a setiap sujudku agar suatu saat kita dapat bersama dan bukan untuk sementara waktu.
Biografi Penulis
            Sebuah desa di pelosok kabupaten pingiran jawa tengah, rembang pada tanggal 12 mei 1997, aku dilahirkan. Abi dan Umiku dulu memberi nama saya Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin. Alhamdulillah sampai sekarang masih sama. Sekarang sedang mencoba mendalami ilmu di lembaga keilmuan yang ada di Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga namanya. Kecintaanku pada dunia sosial sehingga aku termotivasi untuk mengambil Pengembangan Masyarakat Islam. dan sekarang saya masih semester satu. Sedang sibuk dengan aktifitasku yang gak jelas. Mencoba menjadi bagian dari divisi hura-hura di Lembaga Pers Mahasiswa(LPM) ARENA UIN Sunan Kalijaga. Selain mencoba di divisi hura-hara di LPM ARENA. Saya juga mencoba mengambil bagian di Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS). Menjadi salah satu kontributor pada komunitas sosial di “Forum Anak Jogja”. Dan menjadi anak pungut di “lingkar diskusi al –buruuj”, Intelektual Youth Summit Yogyakarta. Pernah juga menjadi bagian dari kehidupan Pelajar Islam Indonesia(PII). Walaupun ngak jelas, saya mempunyai motto hidup juga mungkin ngak jelas juga “Esensi hidup adalah kematian, maka bermanfaat dan bergunalah dengan orang lain. Supaya mati nanti dipersentasikan juga oleh orang lain.”
 Ku Biarkanmu Berkelana Dulu
            Waktu menunjukkan pukul 04.35. mata masih melek belum bisa terpejam. Akibat dari kopi “NgOlet” pemberian kawan dari negeri antah barantah. Dan akhirnya ku tulis sebuah surat untukmu kekasih, yang hanya dalam bayang semu. Inisiatifku menulis lembaran ini hanya untuk meluapkan diksi-diksi kata yang ku bayangkan bersama malam yang telah berganti menjadi fajar. Dan setelah ku bosan menyelami kata yang dirangkai Sri Margana dalam bukunya yang berjudul “ Perebutan Hegemoni Blambangan”. Di ruang kamar asrama yang sunyi melihat kawan-kawan berbaring seperti teri yang di jemur di seberang jalan menuju kampung halamanku.
            Mesin waktu sudah berganti dari malam menjadi fajar. Fajarpun hilang bersama terik matahari yang muncul dari jendela kamar. Tiba-tiba aku teringat namamu kasih yang sudah lama menghilang. Aku tak tahu kembalinya namamu di ingatkanku karena apa. Padahal, sudah lama hilang bersama kesibukan yang ku jalankan. Aku teringat jelas celotehmu ketika mengingatkanku jangan begadang, tapi itu dulu sayang.
            Walaupun aku tak mampu membayangkan dirimu sekarang seperti apa. Keyakinanku masih sama, bahwa kau juga masih cinta dan sayang. Hal itu yang ku rasakan sekarang, sehingga menimbulkan sebuah keyakinan.
            Ku tahu sekarang sudah ada pujaan hatimu yang baru. Yang tak mampu ku sebutkan namanya karena aku takut cemburu. Tapi diksi ini tetap ku rangkai. Sebagai pelampiasan rinduku padamu yang amat dalam.
            Keyakinanku mengenai kamu masih cinta dan ingin kembali bersamaku. Bukan hanya ku rasakan pada dentakan hatiku. Aku juga menafsirkan dari perilakumu yang kadang masih mencari dan menghubungiku. Entah kamu sering mengela bagaimana suasana hatimu. Tapi itu tak mematikan optimismeku.
            Bodoh memang “Aku”. Begitu ku marasakannya. Apakah perasaanku mungkin sudah mati karena telah lama ku bungkam. Sehingga aku tak mampu untuk membuka lembaran baru. Spekulasi sepertimu, mencintai orang lain dan mencoba memaksakan cinta juga sudah ku lakukan. Tapi nasibku mungkin tak seperti dirimu yang mudah mendapatkan. Mungkin karena doktrin keyakinanku suatu saat bisa bersamamu, kuat menancap dalam lubuk hati yang dalam. Sehingga aku lupa pada kehidupan cinta. Dan mati dalam rasa.
            Diksi-diksi ini ku rangkai untuk ku berikan padamu. Sayang kamu adalah kekasih yang telah lama menghilang. aku merangkai diksi ini bukan karena ku ingin kamu kembali kepadaku, sekarang!!. Tapi, untuk mengingatkanku bahwa aku pernah mencintai gadis sepertimu. Sebelum ajal menjemputku sayang.
            Bukan pula berarti aku tak meninginkanmu kembali padaku. Tapi, kau tahu bukan itu maksudku sayang. Kenyakinanku ketika kamu kembali kepadaku sekarang hanya akan mengulang kisah atau nasib yang dulu. Karena hanya bahagia semu yang ditawarkan dan akan menghilang pula bersama dengan kesemuan . Itu alasanku sayang, karena sekarang aku belum siap untuk mendampingimu.
            Semua ku lakukan karena aku sangat mengharapkanmu kembali padaku. Aku sangat rindu kamu dan berharap kamu kembali padaku tapi bukan hanya untuk sementara waktu. Ku hanya bisa yakin, bahwa kita mampu.
            Alasanku seperti itu, ku putuskan setelah ku menikmati perdebatan cantik antara setan dan malaikat. Yang sering orang mendiskripsikan mereka sebagai tokoh baik dan buruk. Tapi, menurutku itu yang membodohkan tanpa mengetahui penyebabnya dulu. Hmmmmm, eh tapi gak papa barangkali aku menemukan keunikan itu.
Setan berkata kepadaku dengan bisikan yang sangat lembut. “Mas, ayo ditembak lagi aja, lha wong dia juga masih cinta sama kamu”.
Tapi malaikat dengan bijak mengingatkanku supaya ku ngak terjerumus pada lubang yang sama seperti dulu. Malaikat mengatakan “ jangan mas, jangan !! dengan (nada agak sedikit dikeraskan). Inget dulu ketika kamu memutuskan dia, katanya kamu ingin mendekatkan diri pada Robbmu”.
Perdebatan setan dan malaikat menemaniku sampai fajar menghilang. dengan perdebtan yang sangat panjang. Yang tak mampu aku menuliskan semuanya takut terlalu panjang. Dari perdebatan itu, akhirnya ku menemukan keputusan seperti itu walau terdengar agak konyol seperti sifatku yang sudah kamu mengerti dulu.
 Mentari sudah nonggol dan memperlihatkan kewibawaannya. Tapi, aku masih sibuk merangkai kata tuk ku berikan padamu. Hingga akhirnya surat terselesaikan dan sebuah bait puisi telah ku lukiskan.

Merah Delima
Merahmu delimaku
Kini hilang di makan senja
ku ingin menyusun bersamamu
tapi, delima sudah di makan serigala
aku kini hanya mampu pasrah dan berserah
terhadap kuasa Tuhan yang masih mempunyai jalan
tapi aku malu karenaku bukan seorang pejuang tapi seorang bajingan.
            Bait-bait ini ku rangkai dengan penuh pengharapan. Dengan diksi yang mudah supaya semua orang mudah menafsirkan. Sehingga, mereka tahu cintaku padamu amatlah dalam.
            Sekarang usiamu sudah beranjak dewasa. Dan usiaku sudah mendekati tua. Semoga kamu tahu dan mengerti makna kata cinta yang sebenarnya. Semoga kamu tahu pula alasanku kenapa kau ku lepaskan dulu. Dan sekarang ku biarkan kau menari bersama pujaan hatimu yang baru. Itu karena ku ingin membebaskanmu. Ku ingin kamu mengali sendiri tentang makna cinta yang sebenarnya. Sehingga, kamu benar-benar merasakan cinta kepadaku. Dan aku juga tak mau membuat noda dan cerita konyol bersamamu, dengan perbuatan yang melampui nafsu.
            Ujian Nasional(UN) sebentar lagi kamu hadapi. Itu artinya kamu sudah sedikit melewati masa labilmu. Menentukan bangku perkuliahan sebagai penghabisan masa studi di bidang favoitmu. Bukan karena ego pula semoga kamu menentukan itu.
            Hentikan main hape dan nonton tv, belajar, belajar, dan belajar. Mungkin ini yang bisa ku suarakan yang mungkin membuat panas di telinggamu. Dan membuatmu bosen karena diperlakukan seperti anak kecil.
            Alasan sederhana sebetulnya yang ku miliki untuk semua itu. Agar kamu tak ter hegemoni dengan dunia modern sehingga lupa pada esensi kehidupan mungkin itu kata yang pinjam dari gramchi seorang filosuf. Atau juga aku tak mau, kamu secara pelan-pelan mendewakan hape. Dan mengantungkan hidupmu pada hape. Sehingga, suatu saat kamu tak yakin pada tuhanmu. Itu juga alasan kenapa aku melepasmu supaya kamu tak mengantungkan hidupmu padaku. Sehingga mengangapku raja. Dan demikian aku tak mau mengantungkan hidupku padamu sehingga menggap kamu adalah ratu. Sebagaiman pernyataan nietchee yang tak percaya pada tuhan dan mengatakan tuhan telah mati.
            Aku tak mau melanjutkan tradisi hegemoni itu kepadamu. Jadi tak ada kata yang pantas terucap dari mulutku selain kata maaf. Dan berdo’a setiap sujudku agar suatu saat kita dapat bersama dan bukan untuk sementara waktu.
Biografi Penulis
            Sebuah desa di pelosok kabupaten pingiran jawa tengah, rembang pada tanggal 12 mei 1997, aku dilahirkan. Abi dan Umiku dulu memberi nama saya Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin. Alhamdulillah sampai sekarang masih sama. Sekarang sedang mencoba mendalami ilmu di lembaga keilmuan yang ada di Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga namanya. Kecintaanku pada dunia sosial sehingga aku termotivasi untuk mengambil Pengembangan Masyarakat Islam. dan sekarang saya masih semester satu. Sedang sibuk dengan aktifitasku yang gak jelas. Mencoba menjadi bagian dari divisi hura-hura di Lembaga Pers Mahasiswa(LPM) ARENA UIN Sunan Kalijaga. Selain mencoba di divisi hura-hara di LPM ARENA. Saya juga mencoba mengambil bagian di Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS). Menjadi salah satu kontributor pada komunitas sosial di “Forum Anak Jogja”. Dan menjadi anak pungut di “lingkar diskusi al –buruuj”, Intelektual Youth Summit Yogyakarta. Pernah juga menjadi bagian dari kehidupan Pelajar Islam Indonesia(PII). Walaupun ngak jelas, saya mempunyai motto hidup juga mungkin ngak jelas juga “Esensi hidup adalah kematian, maka bermanfaat dan bergunalah dengan orang lain. Supaya mati nanti dipersentasikan juga oleh orang lain.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar