Ku
Biarkanmu Berkelana Dulu
Waktu menunjukkan pukul 04.35. mata masih melek belum
bisa terpejam. Akibat dari kopi “NgOlet” pemberian kawan dari negeri antah
barantah. Dan akhirnya ku tulis sebuah surat untukmu kekasih, yang hanya dalam
bayang semu. Inisiatifku menulis lembaran ini hanya untuk meluapkan diksi-diksi
kata yang ku bayangkan bersama malam yang telah berganti menjadi fajar. Dan
setelah ku bosan menyelami kata yang dirangkai Sri Margana dalam bukunya yang
berjudul “ Perebutan Hegemoni Blambangan”. Di ruang kamar asrama yang sunyi
melihat kawan-kawan berbaring seperti teri yang di jemur di seberang jalan
menuju kampung halamanku.
Mesin waktu sudah berganti dari malam menjadi fajar.
Fajarpun hilang bersama terik matahari yang muncul dari jendela kamar.
Tiba-tiba aku teringat namamu kasih yang sudah lama menghilang. Aku tak tahu
kembalinya namamu di ingatkanku karena apa. Padahal, sudah lama hilang bersama
kesibukan yang ku jalankan. Aku teringat jelas celotehmu ketika mengingatkanku
jangan begadang, tapi itu dulu sayang.
Walaupun aku tak mampu membayangkan dirimu sekarang
seperti apa. Keyakinanku masih sama, bahwa kau juga masih cinta dan sayang. Hal
itu yang ku rasakan sekarang, sehingga menimbulkan sebuah keyakinan.
Ku tahu sekarang sudah ada pujaan hatimu yang baru. Yang
tak mampu ku sebutkan namanya karena aku takut cemburu. Tapi diksi ini tetap ku
rangkai. Sebagai pelampiasan rinduku padamu yang amat dalam.
Keyakinanku mengenai kamu masih cinta dan ingin kembali
bersamaku. Bukan hanya ku rasakan pada dentakan hatiku. Aku juga menafsirkan
dari perilakumu yang kadang masih mencari dan menghubungiku. Entah kamu sering
mengela bagaimana suasana hatimu. Tapi itu tak mematikan optimismeku.
Bodoh memang “Aku”. Begitu ku marasakannya. Apakah
perasaanku mungkin sudah mati karena telah lama ku bungkam. Sehingga aku tak
mampu untuk membuka lembaran baru. Spekulasi sepertimu, mencintai orang lain
dan mencoba memaksakan cinta juga sudah ku lakukan. Tapi nasibku mungkin tak
seperti dirimu yang mudah mendapatkan. Mungkin karena doktrin keyakinanku suatu
saat bisa bersamamu, kuat menancap dalam lubuk hati yang dalam. Sehingga aku
lupa pada kehidupan cinta. Dan mati dalam rasa.
Diksi-diksi ini ku rangkai untuk ku berikan padamu. Sayang
kamu adalah kekasih yang telah lama menghilang. aku merangkai diksi ini bukan
karena ku ingin kamu kembali kepadaku, sekarang!!. Tapi, untuk mengingatkanku
bahwa aku pernah mencintai gadis sepertimu. Sebelum ajal menjemputku sayang.
Bukan pula berarti aku tak meninginkanmu kembali padaku.
Tapi, kau tahu bukan itu maksudku sayang. Kenyakinanku ketika kamu kembali
kepadaku sekarang hanya akan mengulang kisah atau nasib yang dulu. Karena hanya
bahagia semu yang ditawarkan dan akan menghilang pula bersama dengan kesemuan .
Itu alasanku sayang, karena sekarang aku belum siap untuk mendampingimu.
Semua ku lakukan karena aku sangat mengharapkanmu kembali
padaku. Aku sangat rindu kamu dan berharap kamu kembali padaku tapi bukan hanya
untuk sementara waktu. Ku hanya bisa yakin, bahwa kita mampu.
Alasanku seperti itu, ku putuskan setelah ku menikmati
perdebatan cantik antara setan dan malaikat. Yang sering orang mendiskripsikan
mereka sebagai tokoh baik dan buruk. Tapi, menurutku itu yang membodohkan tanpa
mengetahui penyebabnya dulu. Hmmmmm, eh tapi gak papa barangkali aku menemukan
keunikan itu.
Setan berkata kepadaku
dengan bisikan yang sangat lembut. “Mas, ayo ditembak lagi aja, lha wong dia
juga masih cinta sama kamu”.
Tapi malaikat dengan
bijak mengingatkanku supaya ku ngak terjerumus pada lubang yang sama seperti
dulu. Malaikat mengatakan “ jangan mas, jangan !! dengan (nada agak sedikit
dikeraskan). Inget dulu ketika kamu memutuskan dia, katanya kamu ingin
mendekatkan diri pada Robbmu”.
Perdebatan
setan dan malaikat menemaniku sampai fajar menghilang. dengan perdebtan yang
sangat panjang. Yang tak mampu aku menuliskan semuanya takut terlalu panjang.
Dari perdebatan itu, akhirnya ku menemukan keputusan seperti itu walau
terdengar agak konyol seperti sifatku yang sudah kamu mengerti dulu.
Mentari sudah nonggol dan memperlihatkan
kewibawaannya. Tapi, aku masih sibuk merangkai kata tuk ku berikan padamu.
Hingga akhirnya surat terselesaikan dan sebuah bait puisi telah ku lukiskan.
Merah Delima
Merahmu
delimaku
Kini
hilang di makan senja
ku
ingin menyusun bersamamu
tapi,
delima sudah di makan serigala
aku
kini hanya mampu pasrah dan berserah
terhadap
kuasa Tuhan yang masih mempunyai jalan
tapi
aku malu karenaku bukan seorang pejuang tapi seorang bajingan.
Bait-bait ini ku rangkai dengan penuh pengharapan. Dengan
diksi yang mudah supaya semua orang mudah menafsirkan. Sehingga, mereka tahu
cintaku padamu amatlah dalam.
Sekarang usiamu sudah beranjak dewasa. Dan usiaku sudah
mendekati tua. Semoga kamu tahu dan mengerti makna kata cinta yang sebenarnya.
Semoga kamu tahu pula alasanku kenapa kau ku lepaskan dulu. Dan sekarang ku
biarkan kau menari bersama pujaan hatimu yang baru. Itu karena ku ingin
membebaskanmu. Ku ingin kamu mengali sendiri tentang makna cinta yang
sebenarnya. Sehingga, kamu benar-benar merasakan cinta kepadaku. Dan aku juga
tak mau membuat noda dan cerita konyol bersamamu, dengan perbuatan yang
melampui nafsu.
Ujian Nasional(UN) sebentar lagi kamu hadapi. Itu artinya
kamu sudah sedikit melewati masa labilmu. Menentukan bangku perkuliahan sebagai
penghabisan masa studi di bidang favoitmu. Bukan karena ego pula semoga kamu
menentukan itu.
Hentikan main hape dan nonton tv, belajar, belajar, dan
belajar. Mungkin ini yang bisa ku suarakan yang mungkin membuat panas di
telinggamu. Dan membuatmu bosen karena diperlakukan seperti anak kecil.
Alasan sederhana sebetulnya yang ku miliki untuk semua
itu. Agar kamu tak ter hegemoni dengan dunia modern sehingga lupa pada esensi
kehidupan mungkin itu kata yang pinjam dari gramchi seorang filosuf. Atau juga
aku tak mau, kamu secara pelan-pelan mendewakan hape. Dan mengantungkan hidupmu
pada hape. Sehingga, suatu saat kamu tak yakin pada tuhanmu. Itu juga alasan
kenapa aku melepasmu supaya kamu tak mengantungkan hidupmu padaku. Sehingga
mengangapku raja. Dan demikian aku tak mau mengantungkan hidupku padamu
sehingga menggap kamu adalah ratu. Sebagaiman pernyataan nietchee yang tak
percaya pada tuhan dan mengatakan tuhan telah mati.
Aku tak mau melanjutkan tradisi hegemoni itu kepadamu.
Jadi tak ada kata yang pantas terucap dari mulutku selain kata maaf. Dan
berdo’a setiap sujudku agar suatu saat kita dapat bersama dan bukan untuk
sementara waktu.
Biografi
Penulis
Sebuah desa di pelosok kabupaten pingiran jawa tengah,
rembang pada tanggal 12 mei 1997, aku dilahirkan. Abi dan Umiku dulu memberi
nama saya Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin. Alhamdulillah sampai sekarang masih
sama. Sekarang sedang mencoba mendalami ilmu di lembaga keilmuan yang ada di Yogyakarta,
UIN Sunan Kalijaga namanya. Kecintaanku pada dunia sosial sehingga aku
termotivasi untuk mengambil Pengembangan Masyarakat Islam. dan sekarang saya
masih semester satu. Sedang sibuk dengan aktifitasku yang gak jelas. Mencoba
menjadi bagian dari divisi hura-hura di Lembaga Pers Mahasiswa(LPM) ARENA UIN
Sunan Kalijaga. Selain mencoba di divisi hura-hara di LPM ARENA. Saya juga
mencoba mengambil bagian di Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS). Menjadi salah
satu kontributor pada komunitas sosial di “Forum Anak Jogja”. Dan menjadi anak
pungut di “lingkar diskusi al –buruuj”, Intelektual Youth Summit Yogyakarta.
Pernah juga menjadi bagian dari kehidupan Pelajar Islam Indonesia(PII).
Walaupun ngak jelas, saya mempunyai motto hidup juga mungkin ngak jelas juga “Esensi
hidup adalah kematian, maka bermanfaat dan bergunalah dengan orang lain. Supaya
mati nanti dipersentasikan juga oleh orang lain.”
Ku
Biarkanmu Berkelana Dulu
Waktu menunjukkan pukul 04.35. mata masih melek belum
bisa terpejam. Akibat dari kopi “NgOlet” pemberian kawan dari negeri antah
barantah. Dan akhirnya ku tulis sebuah surat untukmu kekasih, yang hanya dalam
bayang semu. Inisiatifku menulis lembaran ini hanya untuk meluapkan diksi-diksi
kata yang ku bayangkan bersama malam yang telah berganti menjadi fajar. Dan
setelah ku bosan menyelami kata yang dirangkai Sri Margana dalam bukunya yang
berjudul “ Perebutan Hegemoni Blambangan”. Di ruang kamar asrama yang sunyi
melihat kawan-kawan berbaring seperti teri yang di jemur di seberang jalan
menuju kampung halamanku.
Mesin waktu sudah berganti dari malam menjadi fajar.
Fajarpun hilang bersama terik matahari yang muncul dari jendela kamar.
Tiba-tiba aku teringat namamu kasih yang sudah lama menghilang. Aku tak tahu
kembalinya namamu di ingatkanku karena apa. Padahal, sudah lama hilang bersama
kesibukan yang ku jalankan. Aku teringat jelas celotehmu ketika mengingatkanku
jangan begadang, tapi itu dulu sayang.
Walaupun aku tak mampu membayangkan dirimu sekarang
seperti apa. Keyakinanku masih sama, bahwa kau juga masih cinta dan sayang. Hal
itu yang ku rasakan sekarang, sehingga menimbulkan sebuah keyakinan.
Ku tahu sekarang sudah ada pujaan hatimu yang baru. Yang
tak mampu ku sebutkan namanya karena aku takut cemburu. Tapi diksi ini tetap ku
rangkai. Sebagai pelampiasan rinduku padamu yang amat dalam.
Keyakinanku mengenai kamu masih cinta dan ingin kembali
bersamaku. Bukan hanya ku rasakan pada dentakan hatiku. Aku juga menafsirkan
dari perilakumu yang kadang masih mencari dan menghubungiku. Entah kamu sering
mengela bagaimana suasana hatimu. Tapi itu tak mematikan optimismeku.
Bodoh memang “Aku”. Begitu ku marasakannya. Apakah
perasaanku mungkin sudah mati karena telah lama ku bungkam. Sehingga aku tak
mampu untuk membuka lembaran baru. Spekulasi sepertimu, mencintai orang lain
dan mencoba memaksakan cinta juga sudah ku lakukan. Tapi nasibku mungkin tak
seperti dirimu yang mudah mendapatkan. Mungkin karena doktrin keyakinanku suatu
saat bisa bersamamu, kuat menancap dalam lubuk hati yang dalam. Sehingga aku
lupa pada kehidupan cinta. Dan mati dalam rasa.
Diksi-diksi ini ku rangkai untuk ku berikan padamu. Sayang
kamu adalah kekasih yang telah lama menghilang. aku merangkai diksi ini bukan
karena ku ingin kamu kembali kepadaku, sekarang!!. Tapi, untuk mengingatkanku
bahwa aku pernah mencintai gadis sepertimu. Sebelum ajal menjemputku sayang.
Bukan pula berarti aku tak meninginkanmu kembali padaku.
Tapi, kau tahu bukan itu maksudku sayang. Kenyakinanku ketika kamu kembali
kepadaku sekarang hanya akan mengulang kisah atau nasib yang dulu. Karena hanya
bahagia semu yang ditawarkan dan akan menghilang pula bersama dengan kesemuan .
Itu alasanku sayang, karena sekarang aku belum siap untuk mendampingimu.
Semua ku lakukan karena aku sangat mengharapkanmu kembali
padaku. Aku sangat rindu kamu dan berharap kamu kembali padaku tapi bukan hanya
untuk sementara waktu. Ku hanya bisa yakin, bahwa kita mampu.
Alasanku seperti itu, ku putuskan setelah ku menikmati
perdebatan cantik antara setan dan malaikat. Yang sering orang mendiskripsikan
mereka sebagai tokoh baik dan buruk. Tapi, menurutku itu yang membodohkan tanpa
mengetahui penyebabnya dulu. Hmmmmm, eh tapi gak papa barangkali aku menemukan
keunikan itu.
Setan berkata kepadaku
dengan bisikan yang sangat lembut. “Mas, ayo ditembak lagi aja, lha wong dia
juga masih cinta sama kamu”.
Tapi malaikat dengan
bijak mengingatkanku supaya ku ngak terjerumus pada lubang yang sama seperti
dulu. Malaikat mengatakan “ jangan mas, jangan !! dengan (nada agak sedikit
dikeraskan). Inget dulu ketika kamu memutuskan dia, katanya kamu ingin
mendekatkan diri pada Robbmu”.
Perdebatan
setan dan malaikat menemaniku sampai fajar menghilang. dengan perdebtan yang
sangat panjang. Yang tak mampu aku menuliskan semuanya takut terlalu panjang.
Dari perdebatan itu, akhirnya ku menemukan keputusan seperti itu walau
terdengar agak konyol seperti sifatku yang sudah kamu mengerti dulu.
Mentari sudah nonggol dan memperlihatkan
kewibawaannya. Tapi, aku masih sibuk merangkai kata tuk ku berikan padamu.
Hingga akhirnya surat terselesaikan dan sebuah bait puisi telah ku lukiskan.
Merah Delima
Merahmu
delimaku
Kini
hilang di makan senja
ku
ingin menyusun bersamamu
tapi,
delima sudah di makan serigala
aku
kini hanya mampu pasrah dan berserah
terhadap
kuasa Tuhan yang masih mempunyai jalan
tapi
aku malu karenaku bukan seorang pejuang tapi seorang bajingan.
Bait-bait ini ku rangkai dengan penuh pengharapan. Dengan
diksi yang mudah supaya semua orang mudah menafsirkan. Sehingga, mereka tahu
cintaku padamu amatlah dalam.
Sekarang usiamu sudah beranjak dewasa. Dan usiaku sudah
mendekati tua. Semoga kamu tahu dan mengerti makna kata cinta yang sebenarnya.
Semoga kamu tahu pula alasanku kenapa kau ku lepaskan dulu. Dan sekarang ku
biarkan kau menari bersama pujaan hatimu yang baru. Itu karena ku ingin
membebaskanmu. Ku ingin kamu mengali sendiri tentang makna cinta yang
sebenarnya. Sehingga, kamu benar-benar merasakan cinta kepadaku. Dan aku juga
tak mau membuat noda dan cerita konyol bersamamu, dengan perbuatan yang
melampui nafsu.
Ujian Nasional(UN) sebentar lagi kamu hadapi. Itu artinya
kamu sudah sedikit melewati masa labilmu. Menentukan bangku perkuliahan sebagai
penghabisan masa studi di bidang favoitmu. Bukan karena ego pula semoga kamu
menentukan itu.
Hentikan main hape dan nonton tv, belajar, belajar, dan
belajar. Mungkin ini yang bisa ku suarakan yang mungkin membuat panas di
telinggamu. Dan membuatmu bosen karena diperlakukan seperti anak kecil.
Alasan sederhana sebetulnya yang ku miliki untuk semua
itu. Agar kamu tak ter hegemoni dengan dunia modern sehingga lupa pada esensi
kehidupan mungkin itu kata yang pinjam dari gramchi seorang filosuf. Atau juga
aku tak mau, kamu secara pelan-pelan mendewakan hape. Dan mengantungkan hidupmu
pada hape. Sehingga, suatu saat kamu tak yakin pada tuhanmu. Itu juga alasan
kenapa aku melepasmu supaya kamu tak mengantungkan hidupmu padaku. Sehingga
mengangapku raja. Dan demikian aku tak mau mengantungkan hidupku padamu
sehingga menggap kamu adalah ratu. Sebagaiman pernyataan nietchee yang tak
percaya pada tuhan dan mengatakan tuhan telah mati.
Aku tak mau melanjutkan tradisi hegemoni itu kepadamu.
Jadi tak ada kata yang pantas terucap dari mulutku selain kata maaf. Dan
berdo’a setiap sujudku agar suatu saat kita dapat bersama dan bukan untuk
sementara waktu.
Biografi
Penulis
Sebuah desa di pelosok kabupaten pingiran jawa tengah,
rembang pada tanggal 12 mei 1997, aku dilahirkan. Abi dan Umiku dulu memberi
nama saya Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin. Alhamdulillah sampai sekarang masih
sama. Sekarang sedang mencoba mendalami ilmu di lembaga keilmuan yang ada di Yogyakarta,
UIN Sunan Kalijaga namanya. Kecintaanku pada dunia sosial sehingga aku
termotivasi untuk mengambil Pengembangan Masyarakat Islam. dan sekarang saya
masih semester satu. Sedang sibuk dengan aktifitasku yang gak jelas. Mencoba
menjadi bagian dari divisi hura-hura di Lembaga Pers Mahasiswa(LPM) ARENA UIN
Sunan Kalijaga. Selain mencoba di divisi hura-hara di LPM ARENA. Saya juga
mencoba mengambil bagian di Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS). Menjadi salah
satu kontributor pada komunitas sosial di “Forum Anak Jogja”. Dan menjadi anak
pungut di “lingkar diskusi al –buruuj”, Intelektual Youth Summit Yogyakarta.
Pernah juga menjadi bagian dari kehidupan Pelajar Islam Indonesia(PII).
Walaupun ngak jelas, saya mempunyai motto hidup juga mungkin ngak jelas juga “Esensi
hidup adalah kematian, maka bermanfaat dan bergunalah dengan orang lain. Supaya
mati nanti dipersentasikan juga oleh orang lain.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar